
Oleh : Lailatul Widha
Pada Episode kali ini, Kita akan mengulas fenomena alam Halo Matahari atau yang biasa disebut Matahari Bercincin. Karena hal ini jarang terjadi di daerah tropis, Fenomena alam Halo Matahari ini kerap dipercayai banyak warga sebagai pertanda datangnya suatu bencana. Padahal sebenarnya fenomena alam ini tidak ada kaitannya dengan bencana. Fenomena ini lebih kerap terjadi di belahan bumi Eropa. Untuk tahu lebih lanjut yuk simak ulasannya.
Kenalan dulu ya!
Halo, dalam bahasa dan tulisan Latin ἅλως, juga disebut sebagai nimbus atau gloriole. Nah, hal ini merupakan fenomena optik yang menampilkan bentuk cincin atau seakan-akan pelangi di sekitar sumber cahaya yang biasanya mengelilingi matahari atau bulan. Jadi, “Halo Matahari” adalah peristiwa fenomena optikal berupa lingkaran cahaya seperti pelangi yang mengelilingi matahari.
Bagaimana bisa terjadi?
Adapun proses terjadinya halo matahari adalah terjadi dari hasil refleksi serta refraksi dari cahaya matahari olehkristal-kristal es di awan cirus. Awan ini berada pada tingkatan atmosfer yang disebut troposfer, sekitar 5-10 km dari permukaan bumi. Biasannya halo melibatkan putaran 22° radius halo dan sundogs (parhelia).
Kapan kita bisa melihatnya?
Fenomena ini dapat terlihat jelas saat matahari terik pada waktu siang hari. Di Indonesia sendiri masih jarang peristiwa seperti ini. Fenomena ini biasanya terjadi sekitar 30 menit, sesuai kecepatan angin. Jika angin behembus cepat maka peristiwa ini akan berlangsung sebentar.
Jika ingin melihat peristiwa ini ketika sedang terjadi, Jangan sesekali terlalu lama memandang halo ya. Jika perlu, pakailah kacamata hitam atau tiga dimensi, hindari kilauan pada kaca atau cermin. Khusus bagi mereka yang hendak mengambil foto dengan menggunakan kamera single lens reflex (SLR), sebaiknya tidak langsung membidik melalui kotak bidik ke arah halo, karena cahaya matahari akan masuk ke dalam lensa fokus dan bisa merusak retina mata.