Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /www/wwwroot/mayoga.sch.id/wp-content/plugins/pro-elements/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /www/wwwroot/mayoga.sch.id/wp-content/plugins/pro-elements/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /www/wwwroot/mayoga.sch.id/wp-content/plugins/pro-elements/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /www/wwwroot/mayoga.sch.id/wp-content/plugins/pro-elements/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39
Mumpung Masih Muda, Menulislah! - MAN 3 Sleman Yogyakarta

Mumpung Masih Muda, Menulislah!


Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /www/wwwroot/mayoga.sch.id/wp-content/plugins/pro-elements/modules/dynamic-tags/tags/post-featured-image.php on line 39

Oleh : Bramma Aji Putra

Pertama-tama anda mesti mensyukuri dilahirkan sebagai anak Indonesia. Pasalnya, dalam diri anda mengalir wangsa nusantara. Konon, trah nusantara memiliki sifat unggul yang tiada dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini. Sebutlah beberapa kerajaan besar yang pernah hidup di nusantara, niscaya anda akan terkagum dengan kehebatan yang dimilikinya. Kekuasaan mereka terbentang, jauh melebihi luas negara Indonesia saat ini. Melebihi Sabang-Merauke, Miangas-Pulau Rote.

Kenapa mereka—belasan, puluhan, bahkan ratusan kerajaan hebat tadi—dapat merentang kekuasaan besar tak terkira? Satu kata kunci, mereka memiliki apa yang disebut ‘nekad’. Mereka nekad menjelajahi negeri asing, wilayah yang belum terjamah, mengarungi samudera luas, dan pelbagai kenekadan lain. Sayangnya hari ini kenekadan tadi mengalami distorsi makna luar biasa.  Coba bayangkan, mana ada penduduk negara di dunia ini yang berani nekad naik di atap gerbong KA berkecapatan 120 km/jam? Mana ada pebalap jempolan F1 yang berani kebut-kebutan di jalur Pantura—di mana merupakan salah satu jalan raya terpadat di dunia? Tak cukup di situ, banyak fakta di sekitar kita: belum punya kerjaan sudah berani nikah. Hayo, mana ada penduduk di negara lain yang berani melakukan jika bukan negara Indonesia?

Sengaja saya angkat ilustrasi di atas untuk memberi tahu anda satu hal: jika anda ingin menjadi penulis, atau setidaknya piawai menggoreskan tinta, kata kuncinya adalah ‘nekad’. Tolong buang jauh-jauh rasa pesimistis dalam diri anda: tulisanku layak dibaca nggak ya? Orang lain bisa paham gagasanku nggak ya? Ah, ntar ada yang kasih kritik lagi? Kok tulisanku nggak jelas ya, mana awalnya mana ujungnya?  Ya, akan sangat banyak lagi kerisauan yang anda dapat jika tidak menggunakan ajian sakti bernama nekad. Resep (belajar) menulis yang paling handal sejatinya ya cuma nekad tadi.

Di masa-masa awal belajar menulis perlu nekad untuk menaklukkan keyboard dan tinta. Pokoknya tulis saja. Revisi itu nanti setelah tulisan kita jadi. Lalu, kalau sudah jago bin handal menulis apa keuntungannya? Banyak! Anda dapat memilih ingin jadi apa? (Please jangan jawab ingin jadi manten ya, itu mah insyaallah iya)

Profesi pertama, yang sangat logis bagi penulis adalah wartawan. Apa sih keuntungan menjadi kuli tinta? (1)Menambah kepedean, anda tidak akan takut alias grogi berhadapan dengan siapapun. (2)Banyak relasi, dengan menjadi wartawan, berarti anda membangun jaringan teman yang sangat banyak sekali. Lingkungan yang anda kenal not just little circle but big circle. Besar dan luas jangkauannya (ceilee.. kaya’ tagline salah satu operator telekomunikasi ya…) (3)Penghasilan cukup mumpuni. Apalagi jika anda kelak di suatu masa menduduki sebagai pemimpin redaksi. Sebagai gambaran saja, Pemred Minggu Pagi gaji pokoknya pada 2010 capai Rp 7,5 juta/bulan. Jangan tanya SKH Kedaulatan Rakyat, atau Jawa Pos, Republika dan Kompas.

Selain wartawan apalagi ya? Banyak! Yang jelas anda bisa menjadi penulis. Penulis buku, opini (kolumnis), naskah sambutan, bahkan ghost writer. Yang disebut terakhir ini kini malah lagi tren. Anda menulis untuk orang lain yang nanti diaku miliknya. Namanya juga ghost, ada namun tak tampak….(hii serem). Dengan menulis buku anda bisa dapat royalti yang terus menerus mengalir ke rekening pribadi, tanpa anda sadari. Atau pilih sistem putus jual: sekali anda menyerahkan naskah ke penerbit langsung dibayar, tanpa menunggu royalti. Apakah bisa untuk hidup? Insyaallah iya. Asal anda produktif. Satu buku, yang cukup laku, anda akan mendapat royalti total hingga kisaran Rp 10 juta. Kalau putus jual bisa dihargai mulai Rp 800 ribu hingga Rp3,5 juta. Kecuali anda sudah punya nama, tentu nominalnya akan lebih gede.

Sebagai kolumnis? Tak usah ragu. Banyak media massa menghargai tulisan opini dengan pundi-pundi rupiah yang sungguh memikat hati. SKH KR=Rp 300 ribu; Jawa Pos=Rp 800 ribu; Kompas=minimalRp 1 juta dsb. Wow apakah ini beneran? Alhamdulillah saya sudah membuktikan. Selama hampir 6 tahun saya menyelesaikan strata 1 di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, saya berhasil bayar kuliah, jajan, beli pulsa, borong buku dengan hasil menulis di koran. Kalau yang nulis ini bisa, mengapa anda tidak? Bukankah hari gini anak-anak sekolah/madrasah dimanjakan dengan fasilitas teknologi? Anda tinggal ngetik di laptop, searching bahan via internet dan klik enter di email…wuzzz sampai meja redaksi. Memang pekerjaan penulis ya cuma menulis, tugas redaktur memuatnya.

Lalu apa resep utama agar dapat menulis? Jika anda ingin lihai menulis syaratnya cuma dua: rakus membaca, banyak menulis. Baca apa saja: surat kabar, majalah, bahan-bahan dari internet, fenomen alam, kondisi sosial, dan semuanya. Baca sebanyak-banyaknya, lalu tuangkan dalam kertas. Biarkan tangan anda mencorat-coret kertas, atau jari jemari anda menari-nari di keyboard. Baca banyak, tuangkan banyak. Itu saja. Wah tulisan saya nggak nyambung, melompat-lompat. Biarkan saja, siapa tahu akan menjadi lompatan indah. Wah tulisanku kayaknya runyam deh. Biarkan saja, itu wajar sebagai penulis pemula. Apakah anda tidak yakin jika para penulis sohor saat ini, dulu mengawali karier di dunia persilatan tulis menulis juga dengan jatuh bangun, berdarah-darah dan tulisan mereka juga sama dengan kemampuan yang dimiliki kita saat ini? Percayalah semuanya sama. Cuma bedanya mereka lebih dahulu mencoba menulis daripada kita, dan telah menandaskan ratusan, bahkan ribuan artikel yang mengalir dari tangan dan buah pikirannya.

Mumpung anda masih muda, tak ada salahnya jika mulai belajar menulis. Kapan waktu yang tepat untuk belajar menulis? Sekarang. Ya, sekarang, bukan dua hari lagi atau sepuluh tahun mendatang. Ketika anda rampung membaca paper ini, saat anda selesai mengikuti training menulis dari saya, lalu anda pulang dan segeralah menulis. Ingat, orang boleh pandai setinggi langit, namun jika tidak menulis, ia akan hilang dari arus pusaran sejarah.

 Ngoto Bumi Bantul, tengah rinai gerimis.
18.02.2014 @10.48 pm

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya
Komentar Terbaru
artikel pengetahuan AI sungguh bermanfaat. Era digital membuka berbagai peluang melalui kemajuan teknologi yang canggih.…
Pendaftaran MAN 3 Sleman belum bisa diakses dari tgl.4 Januari 2024 hingga tgl 8 Januari…
Saya ingin menjadi siswa yang memiliki keseimbangan antara ilmu dan agama maka dari itu saya…